A. Asal Mula Manusia sebagai Makhluk Sosial
Menurut
kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu
juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat
dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia
selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina
sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu
dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia
dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan
dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga
tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah
manusia. Diperkuat dengan dalil Aristoteles mengatakan Manusia itu Zoon Politicon yang artinya satu individu
dengan individu lainnya saling membutuhkan satu sama lain sehingga keterkaitan
yang tak bisa dipisahkan dalam kehidupan bermasyarakat. Sedang menurut Freud,super-ego pribadi manusia sudah mulai dibentuk ketika ia berumur 5-6 tahun dan
perkembangan super-ego tersebut berlangsung terus menerus selama ia hidup. Super-ego yang
terdiri dari atas hati nurani, norma-norma, dan cita-cita pribadi itu tidak
mungkin terbentuk dan berkembang tanpa manusia itu bergaul dengan manusia lainnya,
sehingga sudah jelas bahwa tanpa pergaulan sosial itu manusia itu tidak dapat
berkembang sebagai manusia seutuhnya. (DR. WA Gerungan, Dipl. Psych. Psikologi Sosial. Penerbit: PT. Refika Aditama,
Bandung. Cetakan Pertama, Juli 2004. Hal. 27)
Disamping sebagai makhluk yang unik, manusa juga menjadi makhluk social.
Makhluk sosial adalah makhluk yang tidak bisa hidup sendiri dan membutuhkan
kehadiran orang lain. Sebagai makhluk sosial ia memiliki tabiat suka kerjasama
dan bersaing sekaligus. Jika dalam bekerjasama dan bersaing mereka berlaku fair
(terbuka) maka harmoni sosial akan tercipta. Tetapi jika mereka bersaing secara
tidak fair (tertutup) maka konflik antar manusia bisa terjadi. Sebagai makhluk
social manusia merindukan harmoni social (perdamaian) tetapi juga tak pernah
berhenti dari konflik. Desain manusia sebagai makhluk social bukan fikiran
manusia, tetapi juga berasal dari Tuhan Sang Pencipta. Kitab Suci penuh dengan
pesan-pesan harmoni sosial; antara lain:
a.
Bahwa manusia itu diciptakan Tuhan memiliki identitas bersuku-suku,
berbangsa-bangsa, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh
masing-masing etnis, tetapi perbedaan itu dimaksud untuk menjadi sarana
pergaulan, saling mengenal dan saling bekerjasama dalam kebaikan (ta'aruf) (QS.
al Hujurat : 13)
b.
Sebagai makhluk sosial, manusia pasti membutuhkan orang lain, dan
bagaimana sosok kedirian seorang manusia terbentuk oleh lingkungan yang menjadi
sosiokulturnya. Manusia menjadi manusia jika ia berkumpul dengan manusia.
Manusia menjadi siapa tergantung pengalamannya dengan siapa.